HIGASHI SHOUTA

Face claim: Mackenyu

X=
Nama:Higashi Shouta
Kanji: 東奨太
Romanji:Higashi Shōta
Place of Birth:Minato-ku, Tokyo
Date of Birth:May 10
Height:180cm
Blood Type:A
Sexuality:Hetero
AfiliasiKasai Minami

Personality

Awalnya Shouta adalah lelaki yang ceria seperti bocah-bocah pada umumnya, senang bermain, polos baik dan ramah. Begitu mendapat didikan keras dari sang kakek, karakter Shouta terbentuk menjadi cukup keras.

Karena jarang bergaul dengan sesamanya ia menjadi orang yang kurang peka terhadap perasaan orang lain.
Dia berbicara semaunya, alias 'berlidah lentur'. Terpengaruh oleh kakeknya, ia juga kadang berbicara kasar.
Dia jarang berbicara. Bicara hanya seperlunya, dan ini membuatnya sulit didekati.

Tidak ragu mengutarakan apa yang dia pikirkan, dan bahkan terlalu jujur. Sering menerjemahkan perkataan orang lain secara harfiah, yah, karena tidak peka tadi.

Orang yang sangat disiplin.

Memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Bukan karena doktrin kakeknya. Karena doktrin kakeknya Shouta mencari informasi sejarah Jepang sebanyak mungkin untuk membuktikan pelajaran yang diberikan kakeknya.

Sangat membenci orang yang tidak bertanggung jawab dan orang yang suka merepotkan orang lain. Meski terlihat cuek dan malas, Shouta akan berusaha menyelesaikan persoalannya dengan secepat mungkin agar tidak merepotkan.

Namaku adalah Shouta. Umurku 15 tahun. Aku dilahirkan entah di mana, karena katanya aku ditemukan di depan rumah salah seorang warga. Warga yang sampai sekarang aku tak tahu namanya itu, membawaku ke panti asuhan terdekat. Pemilik panti asuhan itu menamaiku Asa, yang berarti pagi, karena aku ditemukan di pagi hari. Ya, sangat sederhana.

Aku dibesarkan di sana sampai berumur 5 tahun, hingga akhirnya sepasang suami istri bernama Higashi Kento dan Higashi Miu mengadopsiku. Sang suami adalah pekerja kantoran, anggota divisi sales and operations di sebuah perusahaan pembangunan, dan sang istri adalah dokter spesialis radiologi. Ya, mereka berdua adalah orang tuaku sekarang. Katanya, ibuku tidak bisa mengandung karena sebuah kecelakaan praktikum. Tidak tahu pasti, ia tidak pernah menceritakannya.

Aku sangat senang, mereka adalah orang tua yang baik. Setelah diadopsi oleh mereka, namaku diganti secara resmi menjadi Higashi Shouta dengan kanji yang berarti hadiah. Satu tahun kemudian, mereka menyekolahkanku di sekolah dasar dekat rumahku.

Ketika aku berumur 8 tahun, ayahku meninggal. Diduga terkena serangan jantung karena terlalu banyak bekerja. Hal itu tentu memukulku, meski tidak terikat darah, ayahku sangat baik. Ah, tiba-tiba terpikirkan. Bagaimana dengan kedua orang tua kandungku? Apa kabar mereka? Apa mereka meninggal? Atau memang membuangku? Saat itu, aku berpikir tidak seharusnya aku memikirkan mereka. Sampai aku tahu alasannya, mereka adalah manusia jahat yang tidak bertanggung jawab.

Semenjak ayahku meninggal, keadaan menjadi berubah. Tapi tidak sangat drastis sampai-sampai jatuh miskin, tentu. Hanya saja… rumah terasa sangat sepi. Ibuku sering membuka klinik radiologinya sampai malam demi mencoba mendapatkan penghasilan lebih, sewaktu ayah ada, sore hari ibu telah pulang, namun kini… hari libur pun kadang ia membuka kliniknya. Kakek memang sering mengirim uang pada ibu, namun selalu ia tabung untuk pendidikanku kelak.

Beberapa bulan setelah ayah meninggal, kakek akhirnya pensiun dari pekerjaannya sebagai pasukan bela diri (tentara) Jepang dan memutuskan untuk tinggal bersama aku dan ibu. Agar ada yang menemaniku, dan agar ada yang menemani kakekku, karena nenek sudah meninggal 4 tahun lalu.

Semenjak itu, aku dididik oleh kakekku. Dan itu entah aku harus syukuri atau tidak, karena kakek mendidikku dengan sangat keras. Ia membuat aturan untuk mendisiplinkanku, dan apabila aku melanggar, aku akan diberi hukuman. Kebanyakan hukuman secara fisik. Aku yang masih kecil tentu takut padanya dan tidak berani menceritakan pada ibu. Didikan keras ala militer itu terus aku terima. Awalnya hanya sebatas didikan pendisiplinan, namun ketika aku menginjak kelas 5 SD, kakek mulai memintaㅡatau lebih tepatnya memaksaku untuk berlatih beladiri.

Setiap pulang sekolah aku dijemputnya. Hari senin, berlatih bela diri. Hari selasa aku diberi 'kelas' sejarah, hari kamis berlatih fisik, hari jumat berlatih bela diri lagi. Sabtu dan minggu aku gunakan untuk les, yang mana aku didaftarkan oleh ibuku. Waktu bermainku hampir tidak ada, lambat laun, teman-teman yang biasa bermain denganku secara otomatis menjauh, tidak pernah mengajakku bermain karena katanya, untuk apa? Toh, pasti aku akan menolak.

Ah, kok pasti bertanya mengapa kakekku seperti ini? Ya tentu saja bukan karena kakakku seorang tentara saja yang menjadikan alasan kakekku mendidikku seperti ini. Ada cerita lain di baliknya, kakekku menceritakan bahwa ayahnya alias buyutku adalah veteran perang dunia kedua. Buyutku adalah salah satu anggota pasukan Jepang menolak menyerah atau Zanryū Nipponhei (残留日本兵), di mana ia meyakini, berdogmatis bahwa Jepang seharusnya tidak mengakhiri perang. Buyutku kemudian dipulangkan ke Jepang, mendoktrinkan ideologinya pada kakekku, dan kakekku mendoktrinkan ideologi itu padaku, cucunya. Karena kakek hanya memiliki ibuku sebagai anak.

Ah, lagi-lagi orang dewasa yang tidak bertanggung jawab, membebankan kegagalannya pada seorang anak yang tidak tahu apa-apa.

Apakah aku lelah? Tentu saja. Setiap tahun tingkat latihanku meningkat. Kini aku sudah kelas 3 SMP. Jika semula latihan fisik hanya sekadar lari, push-up, sit-up dan lainnya, kini kakek membawaku berlatih ke gym. Jika sebelumnya hanya kakek yang menjadi 'narasumber' kelas sejarahnya, kini aku beberapa kali dibawa kakek untuk bertemu kawan veterannya.

Suatu hari aku menawarkan perjanjian pada kakek. Apabila nilai kelulusanku memenuhi ekspetasi kakek, aku boleh memilih sendiri SMA yang ingin aku tuju sebelum mendaftar ke Akademi Pertahanan Nasional Jepang.

Tak terduga, kakek menyetujui dengan syarat lain sekolahnya harus di sekitar Minato, atau tidak keluar dari Tokyo. Aku mendapatkan nilai yang memuaskan. Dan akhirnya, aku memilih sekolah menengah KASAI MINAMI, sekolah yang memiliki sistem asrama. Kakek tentu marah, namun, perjanjian adalah perjanjian, dan aku tahu, kakek tidak akan mengingkari janjinya.

Kelemahan

  • Keras kepala, sulit mentolerir orang lain dan menerima pendapat orang lain yang menurutnya salah. Apabila ia salah, ia sulit mengakuinya. Atau mengakuinya, namun terlihat marah.

  • Tidak peka, terlalu jujur, membuatnya kadang berbicara tanpa disaring tanpa memikirkan perasaan orang lain.

  • Kasar

  • Pemalas, selalu dalam mode hemat energi

Kelebihan

  • Memiliki karisma dan kepemimpinan yang baik.

  • Cerdas dari keturunan sang ibu, namun karena malas jadi jarang 'dimanfaatkan'

  • Sangat baik dalam olahraga dan ketahanan fisik

  • Memiliki kemampuan bela diri

Trivia

  • Karena tidak memiliki teman dekat dan kesepian, Shouta bertindak menjadi kepala preman di sekolah, diikuti preman sekolah, ditakuti karena badannya yang besar, padahal tidak pernah berkelahi.

  • Tentu bisa bela diri, namun tidak pernah mau menggunakannya karena ia benci kakeknya, yang membuatnya bisa bela diri.

  • Menyukai manga dan anime

  • Wallpapernya adalah bendera Jepang

  • Hafal Kamigayo

  • Ringtonenya adalah lagu Shinzou wa Sasaegyo

Menyusul

Menyusul